Penemuan Langka di TN Bantimurung Bulusaraung: Musang Sulawesi Teridentifikasi di Tondong Karambu

Maros, Sulawesi Selatan – Dalam sebuah momen yang sangat dinanti para pecinta lingkungan dan lmuwan konservasi, tim eksplorasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) berhasil mendokumentasikan keberadaan Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii) di kawasan Pegunungan Tondong Karambu. Penemuan ini, yang terjadi pada ekspedisi tahun 2023, menjadi salah satu catatan penting bagi upaya konservasi fauna endemik di Sulawesi.

Musang Sulawesi, sering disebut sebagai Sulawesi Palm Civet, adalah salah satu mamalia karnivora endemik Pulau Sulawesi. Hewan ini dikenal memiliki tubuh dengan panjang 65-71 cm dan berat hingga 6,1 kg. Pola warna cokelat gelap serta ekor bercorak khas menjadi ciri utama spesies ini, yang membedakannya dari Musang Tenggalung yang lebih umum dijumpai. Meski begitu, status keberadaannya di alam liar kian mengkhawatirkan, dengan IUCN menetapkannya dalam kategori Vulnerable (rentan).

Keberadaan Musang Sulawesi di TN Babul terakhir kali dicatat lebih dari dua dekade lalu. Karena sifatnya yang soliter, nokturnal, dan sangat sensitif terhadap keberadaan manusia, spesies ini sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, penemuan ini menjadi salah satu momen penting dalam penelitian keanekaragaman hayati di kawasan ini.

Eksplorasi Tondong Karambu: Langkah Awal Menyingkap Keberagaman Fauna Karst

Pegunungan Tondong Karambu merupakan puncak tertinggi di Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung,  terletak di ketinggian 1675 mdpl, ini menjadi fokus eksplorasi tim pada tahun 2023. Kawasan ini merupakan bagian integral dari TN Bantimurung Bulusaraung, yang terkenal dengan ekosistem karstnya yang unik. Dengan bantuan teknologi kamera jebak (camera trap), tim eksplorasi berhasil menangkap aktivitas Musang Sulawesi di beberapa titik habitat yang telah dipetakan.

“Kami sangat senang dengan hasil ini. Temuan ini mengukuhkan TN Babul sebagai kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati sekaligus mempertegas pentingnya kawasan ini sebagai wilayah konservasi,” kata T. Heri Wibowo, S.Hut., M.Eng, Kepala Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Ia menambahkan, bahwa keberhasilan eksplorasi ini tak lepas dari sinergi berbagai pihak, termasuk para peneliti, masyarakat lokal, dan pihak swasta yang mendukung perlindungan kawasan karst. Agenda  ekplorasi  ini sendiri merupakan bagian dari Kerjasama antara Balai TN Babul dengan FFI (Fauna Flora International).

Ekspedisi ini melibatkan tim yang terdiri atas ahli biologi, konservasionis, dan para pengelola kawasan. Koordinator tim eksplorasi, Chaeril, S.Hut., M.P, menjelaskan pendekatan yang digunakan untuk memastikan hasil eksplorasi yang maksimal. “Kami mengandalkan kombinasi metode lapangan dan analisis habitat berbasis teknologi, MaXENT. Kamera jebak dipasang di lokasi yang strategis, seperti area sumber air dan jalur jelajah mamalia, sehingga meningkatkan peluang mendokumentasikan satwa ini,” ujarnya.

Selain itu, metode live trap juga digunakan, meski tidak banyak memberikan hasil langsung untuk spesies nokturnal ini. “Data yang kami kumpulkan melalui teknologi ini akan sangat membantu dalam memahami perilaku dan habitat Musang Sulawesi, sehingga dapat mendukung langkah konservasi berikutnya,” tambah Chaeril.

Tantangan dan Upaya Konservasi Musang Sulawesi

Musang Sulawesi menghadapi berbagai ancaman serius di alam liar, termasuk degradasi habitat akibat aktivitas manusia, perburuan, dan fragmentasi kawasan hutan. Sebagai kawasan dengan status taman nasional, TN Bantimurung Bulusaraung berkomitmen untuk melindungi satwa ini. Namun, keberhasilan upaya tersebut membutuhkan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak.

Zainabun, S.Hut., M.M, Kepala Sub Bagian Tata Usaha TN Babul, menegaskan pentingnya penemuan ini bagi upaya konservasi jangka panjang. “Kita tahu bahwa Musang Sulawesi adalah indikator kesehatan ekosistem karst. Keberadaannya menunjukkan bahwa habitat di kawasan ini masih mendukung keberlanjutan keanekaragaman hayati,” jelas Zainabun.

Ia juga menyoroti pentingnya peran masyarakat lokal dalam melestarikan kawasan. “Kami telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar mengenai pentingnya melindungi spesies ini. Pelibatan mereka dalam patroli berbasis komunitas dan kegiatan ekowisata akan menjadi langkah penting untuk mendukung konservasi,” tambahnya.

Harapan dan Langkah ke Depan

Temuan ini menarik sebab kita  diajak untuk membuka Kembali data persebaran yang dirilis oleh IUCN,  terang  direktur Bumi Toala, saat dikonfirmasi soal temuan tersebut. Temuan  Musang  Sulawesi oleh Tim Ekslorasi TN Babul, dapat menjadi dasar untuk merevisi  informasi persebaran tersebut, sambungnya.

Penemuan Musang Sulawesi di TN Bantimurung Bulusaraung diharapkan dapat membuka peluang baru dalam penelitian keanekaragaman hayati, sekaligus memperkuat langkah konservasi. Tim peneliti berencana untuk melakukan studi lebih mendalam terkait pola pergerakan, perilaku makan, dan ancaman yang dihadapi spesies ini.

“Kami percaya, dengan data yang lebih lengkap, TN Bantimurung Bulusaraung dapat menjadi model pengelolaan konservasi berbasis ilmu pengetahuan,” kata Heri Wibowo. Lebih jauh lagi, penemuan ini diharapkan dapat menarik perhatian nasional maupun internasional untuk mendukung penelitian dan konservasi di kawasan ini.

Chaeril menambahkan, “Ini adalah langkah awal yang penting, tetapi kita tidak boleh lengah. Perlu ada kesinambungan dalam upaya perlindungan, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lapangan dan peningkatan alokasi anggaran untuk penelitian.”

Keberhasilan dokumentasi Musang Sulawesi di TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebuah capaian besar yang menunjukkan betapa berharganya kawasan ini sebagai pusat keanekaragaman hayati. Penemuan ini tidak hanya mengukuhkan posisi Sulawesi sebagai salah satu wilayah dengan biodiversitas unik di dunia, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya langkah konkret untuk melindungi spesies endemik yang rentan ini.

Dengan sinergi antara pengelola kawasan, peneliti, dan masyarakat, Musang Sulawesi memiliki peluang untuk tetap hidup di habitat alaminya. Semoga langkah ini menjadi inspirasi bagi seluruh pihak untuk terus mendukung konservasi dan menjaga kekayaan alam Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut tentang penemuan ini, hubungi, Chaeril : +62 812-8833-0009 chaerregency@gmail.com

Berita & Artikel Lainnya