Maros, 23 Mei 2025 — Komitmen masyarakat sipil dalam mengawal arah pembangunan yang berkelanjutan di Kabupaten Maros kembali ditegaskan dalam Forum Group Discussion (FGD) Tahap Kedua yang diselenggarakan oleh Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) bersama Pilar Nusantara (PINUS) Sulsel melalui dukungan program SETAPAK 4. Bertajuk “Penyusunan Tahapan dan Konsep Operasional Perangkat Daerah yang Berwawasan Lingkungan terhadap RPJMD Kabupaten Maros 2025–2029”, kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Bappelitbangda (Bapperida) Kabupaten Maros.
Forum ini mempertemukan Bapperida dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan beragam organisasi masyarakat sipil (CSO) yang telah lama aktif di sektor lingkungan, perhutanan sosial, konservasi karst, dan tata kelola pembangunan inklusif di Sulawesi Selatan.
Dalam forum ini, Bapperida memaparkan bahwa terdapat 47 arah kebijakan dalam struktur RPJMD Kabupaten Maros yang dapat dijadikan pintu masuk bagi pengarusutamaan isu lingkungan. Isu-isu yang telah disampaikan oleh CSO dirumuskan ulang menjadi satu kesatuan tematik, yang harus disusun secara rinci mencakup latar belakang, tujuan, pendekatan, program, mitra pelaksana, dan indikator pelaksanaan. “Kalau sudah masuk dalam Renstra OPD, maka otomatis akan terintegrasi ke dalam RPJMD,” terang Pak Sudirman dari Bapperida.
FGD ini juga mencatat pentingnya merancang dokumen konsep yang bisa menjawab pertanyaan perangkat daerah: apa, mengapa, di mana, siapa, dan kapan. Dengan begitu, isu lingkungan tidak sekadar menjadi narasi, melainkan menjadi dasar kerja operasional lintas sektor.
“Kawasan karst Maros-Pangkep telah menyandang status sebagai bagian dari Cagar Biosfer Ma’rupanne, ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark, dan kini sedang dalam proses penetapan sebagai World Heritage Site. RPJMD Maros harus mencerminkan arah pembangunan yang mendukung pengawalan status ini, bukan justru bertentangan,” ujar Fardi dalam pernyataannya saat FGD pertama.
Dalam FGD pertama yang diselenggarakan pada 10 Mei 2025 di Makassar, Fardi Ali Syahdar, Direktur Yayasan Bumi Toala Indonesia (Toala.id), telah memberikan penekanan penting terkait perlunya sinkronisasi antara dokumen perencanaan daerah dan berbagai status kawasan yang telah diakui secara nasional dan internasional.
Fardi juga menyerukan pentingnya pelibatan pelaku usaha yang memanfaatkan jasa lingkungan, seperti sumber daya air, agar berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan berbasis solusi alam (Nature-Based Solutions). Ia mengusulkan agar Pemkab Maros mulai merancang instrumen fiskal seperti skema ecological fiscal transfer yang memungkinkan partisipasi sektor swasta secara adil dan terukur.

Dalam FGD kedua ini, diskusi mengerucut pada tantangan implementasi di lapangan. Perwakilan PINUS menyampaikan bahwa masih terdapat ketidaksinkronan antara rancangan awal OPD dan arah kebijakan RPJMD, terutama dalam isu-isu lintas sektor seperti kebencanaan dan tata ruang.
Ahmad Ilham dari Bumi Toala Indonesia menambahkan bahwa sejumlah usulan yang telah disiapkan masyarakat sipil mencakup isu prioritas seperti penguatan perhutanan sosial, pemulihan DAS, pengembangan RTGLD, hingga perlindungan kawasan karst.
“Kami berharap RPJMD ini benar-benar mencerminkan kondisi dan kebutuhan lapangan, bukan sekadar dokumen teknokratik. FGD ini adalah ruang penting untuk memastikan bahwa masyarakat sipil bisa terlibat dalam menyusun kebijakan yang operasional dan relevan,” ujarnya.
Khalid Muhammad, Project Manager TLKM, menekankan bahwa forum ini merupakan jalur resmi bagi CSO untuk menyampaikan konsep-konsep kolaboratif yang akan diintegrasikan dalam dokumen Renstra OPD dan sistem informasi perencanaan pembangunan daerah (SIPD).
“Yang penting bukan hanya masuk dalam RPJMD, tapi bagaimana isu-isu ini juga menjadi bagian dari kerja nyata OPD dan kebijakan lintas sektor,” tegas Khalid.
Diskusi FGD juga menyepakati bahwa seluruh CSO perlu segera menyiapkan dokumen tematik usulan kolaboratif, yang akan dipresentasikan dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) penyusunan Renstra OPD pada pekan berikutnya. Ini menjadi momen strategis untuk memastikan intervensi lingkungan benar-benar masuk dalam rancangan kerja OPD terkait.
Forum ini dihadiri oleh organisasi masyarakat sipil yang telah berpengalaman dalam advokasi lingkungan, sosial, dan tata kelola sumber daya alam. Di antaranya adalah TLKM sebagai inisiator kegiatan dan penggerak SETAPAK 4, PINUS Sulsel yang berfokus pada advokasi anggaran dan kebijakan, Bumi Toala Indonesia dengan fokus konservasi karst dan komunitas lokal, Fauna & Flora yang memperkuat basis data konservasi, serta Sulawesi Cipta Forum (SCF) dan ICRAF yang mendorong pendekatan berbasis lanskap, mitigasi iklim, dan inklusi sosial.