Makassar, 8 Februari 2025 – Akademisi dari berbagai universitas, instansi pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), serta perwakilan masyarakat sekitar Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung berkumpul dalam kegiatan deseminasi hasil studi, bedah buku Burung Endemik Sulawesi, dan penyusunan roadmap penelitian. Kegiatan yang berlangsung di Hotel Harper Perintis Makassar pada 4-6 Februari 2025 ini bertujuan untuk menyampaikan hasil penelitian mengenai flora dan fauna endemik Sulawesi serta merancang strategi penelitian yang lebih terarah bagi kawasan taman nasional.

Hari pertama diawali dengan pemaparan hasil studi oleh Prof. Ngakan Putu Oka mengenai Hopea celebica (kayu hitam Sulawesi), tanaman endemik Sulawesi yang hanya tumbuh di ekosistem karst. Prof. Oka menekankan bahwa Hopea celebica memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga perlu diperhatikan kelestariannya.
Selanjutnya, Prof. Erin menyampaikan penelitian mengenai interaksi Macaca maura (monyet hitam Sulawesi) dengan manusia, serta dampak pemberian makan oleh manusia terhadap perilaku alami dan daerah jelajah spesies ini. Ia menegaskan bahwa kebiasaan memberi makan monyet dapat mengurangi naluri alaminya sebagai hewan liar, sehingga berdampak pada perubahan pola interaksi antarindividu dan kelompok.
Prof. Muhammad Arsyad kemudian memaparkan pentingnya ekosistem karst dalam perspektif fisika lingkungan. Berbagai penelitian mengenai sifat fisis batuan karst telah dilakukan bersama mahasiswa. Ia menyoroti potensi besar kawasan karst Maros-Pangkep sebagai sumber daya ilmiah dan ekonomi, sehingga penelitian lebih lanjut perlu mendapat dukungan dari Taman Nasional, universitas, dan instansi pemerintah. Salah satu penelitian terbaru yang dipresentasikannya adalah studi mengenai kandungan radioaktif di gua-gua karst, yang menarik perhatian peserta karena relevansinya dengan aspek kesehatan dan lingkungan.
Selain seminar, dilakukan juga pemaparan mengenai pemantauan populasi tarsius oleh Kamajaya Shangir, S.Hut, M.Hut, serta penggunaan SMART PATROL (Spatial Monitoring and Reporting Tool) oleh Atma Wira Negara, S.Hut.
Penyusunan Roadmap Penelitian 2025-2029

Pada hari kedua, peserta yang terdiri dari akademisi, instansi pemerintah, NGO, dan masyarakat sekitar taman nasional berpartisipasi dalam penyusunan roadmap penelitian 2025-2029. Diskusi dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan latar belakang peserta—akademisi, pemerintah, dan masyarakat—guna merancang strategi penelitian yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak.
Hasil dari diskusi kelompok kemudian dipresentasikan dalam sidang pleno pada hari ketiga, diikuti dengan penandatanganan berita acara oleh pihak-pihak yang terlibat. Nurhady Sirimorok, mewakili kelompok masyarakat, menuturkan bahwa diskusi berlangsung cukup alot karena banyaknya permasalahan yang berdampak langsung pada masyarakat. “Ada banyak masalah sehingga kami cukup lama berdiskusi dalam menentukan topik-topik penelitian yang akan memberikan dampak baik bagi masyarakat di setiap sektor,” ujarnya saat menyampaikan hasil diskusi dalam sidang pleno.
Kelompok pemerintah juga mengalami diskusi yang panjang, terutama terkait dengan koordinasi kewenangan antarinstansi. Bapak Tahari menyoroti kompleksitas pengelolaan kawasan Leang-Leang yang secara administratif berada dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, tetapi secara tugas dan fungsi berada di bawah Balai Pelestarian Kebudayaan. Ia mengusulkan perlunya diskusi lebih mendalam mengenai koordinasi lintas sektoral dalam pengelolaan kawasan ini.
Selain aspek ekologi dan konservasi, roadmap ini juga mempertimbangkan nilai arkeologi, budaya, dan lingkungan di kawasan taman nasional. Dari perspektif arkeologi, kawasan ini merupakan situs penting dengan jejak hunian manusia purba, termasuk gua-gua prasejarah yang menyimpan berbagai artefak dan lukisan dinding kuno. Dalam konteks budaya, masyarakat lokal memiliki kearifan tradisional dalam menjaga keseimbangan alam yang dapat dikolaborasikan dengan strategi konservasi modern. Dari sudut pandang lingkungan, tantangan seperti deforestasi, perubahan iklim, dan tekanan akibat aktivitas manusia menjadi perhatian utama dalam penyusunan strategi penelitian.
Komitmen Bersama dalam Konservasi

Hari ketiga menjadi tahap akhir kegiatan dengan penandatanganan berita acara oleh lembaga-lembaga yang terlibat. Penandatanganan ini menegaskan komitmen bersama dalam implementasi roadmap penelitian yang telah disusun guna mendukung kebijakan konservasi berbasis ilmiah serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat menjadi kolaborasi yang efektif antara pemerintah, universitas, NGO, dan masyarakat dalam menjaga kawasan taman nasional. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan ini dapat menjadi jembatan aspirasi bagi masyarakat sekitar kawasan taman nasional agar pihak pengelola lebih objektif dalam merumuskan kebijakan pengelolaan.
Selain Bumi Toala, acara ini juga dihadiri oleh enam NGO, yaitu BP Maros Pangkep UNESCO Global Geopark, Yayasan Balla Konservasi Wallacea, SR Payo-payo, Burung Indonesia, dan Tim Layanan Kehutanan Masyarakat Makassar. Perwakilan kelompok masyarakat binaan Taman Nasional, seperti Kelompok Tani Hutan, FK2TN, KPE, dan Masyarakat Mitra Polhut, juga turut hadir.
Hasil dari kegiatan ini akan menjadi dasar bagi perencanaan penelitian ke depan, dengan harapan dapat mendukung kebijakan konservasi yang lebih berbasis ilmiah serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan ini.