(Ismail, 27 Oktober 2024) Koalisi Keadilan Iklim inisiasi kegiatan Konsultasi Rakyat: Mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim, berlokasi di Makassar pada 23 Oktober 2024. Berbagai entitas hadir dalam kegiatan ini, mulai dari kalangan Civil Society Organization (CSO), Peneliti, masyarakat adat Kajang, masyarakat kawasan hutan, serikat pekerja nasional, Warga pesisir meliputi Makassar, Takalar, Bantaeng. Hingga pada teman-teman Difabel, dan warga pulau Kodingareng dan Lae-lae.
Secara kolektif, Walhi, Yayasan PIKUL, YLBHI, KPA SulSel, AJI Makassar, dan SP Anging Mammiri menginisiasi koalisi keadilan iklim ini untuk mendorong Rancangan Undang-Undang Keadilan Iklim. Bumi Toala Indonesia sebagai salah satu yayasan di Sulawesi Selatan yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan turut berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Kegiatan Konsultasi Rakyat telah dilaksanakan diberbagai wilayah provinsi Indonesia, kali ini dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan. Bertujuan memberikan gambaran kepada peserta berkaitan dengan ketidakadilan pembangunan yang berdampak pada krisis iklim, serta membangun gerakan masyarakat Sul-Sel untuk memperjuangkan keadilan iklim.
Dampak dari perubahan iklim terlihat dan dirasakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Seperti fenomena El Nino, kekeringan, kenaikan suhu, serta pola cuaca yang berubah memberikan dampak efek domino terhadap berbagai sektor. Belum lagi pembangunan ekonomi yang memungkinkan berimplikasi pada ketimpangan kesejahteraan lintas generasi.
Pengantar Situasi Krisis Iklim di Sulawesi Selatan
Slamet Riyadi dari Walhi SulSel, memberikan gambaran bagaiamana situasi krisis iklim di Sulawesi Selatan. Berdasarkan laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa dampak dari perubahan iklim tidak terhindarkan, kenaikan suhu bumi sudah mencapai titik 1.1°C sejak 1850 – 1900.
Laporan IPCC juga menggarisbawahi kebutuhan untuk menurunkan emisi secara signifikan untuk mencapai net nol emisi pada 2050. Akan tetapi, komitmen dan rencana penurunan emisi di tingkat global diproyeksikan akan melampaui suhu 1.5°C.
Alarm bencana ekologis juga mengingatkan dan meningkat setiap tahunnya. Laporan BPBP Sulawesi Selatan menunjukkan kejadian bencana tahun 2023 mencapai 267 bencana alam, sedang pada tahun 2022 terdapat 145 bencana alam yang terjadi di Sulawesi Selatan.
Edy Kurniawan dari YLBHI kemudian menambahkan, bagaiamana industri ekstraktif menyumbang lebih banyak emisi gas rumah kaca. Sementara 50% masyarakat kalangan menengah kebawah hanya menyumbang 7% emisi gas rumah kaca. Hal ini kemudian menjadi urgensi pentingnya RUU Keadilan Iklim dapat diintegrasikan dalam satu regulasi.
Diskusi Ketidakadilan Pembangunan & Dampak Krisis Iklim
Sebagai bahan acuan dalam menyusun rancangan undang-undang, maka input dari seluruh pihak dalam hal ini peserta, begitu dibutuhkan untuk menyempurnakan RUU ini. Diskusi ini mencoba menginventarisasi pokok permasalahan keadilan iklim.
Dalam hal ketidakadilan pembangunan, kita mencoba merefleksi berdasarkan pengalaman masing-masing apa saja ketidakadilan pembangunan yang kemudian berdampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Serta bagaiamana masyarakat merespon ketidakadilan tersebut dan apa langkah yang diambil pemerintah selama ini dalam hal penyelesaian dampak krisis iklim.
Lebih lanjut, kita melihat lebih jauh apa saja yang hilang, berkurang atau berubah karena situasi krisis iklim yang tengah berlangsung ini. Hal ini meliputi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. Bagaiamana pemerintah merespon itu, serta tindakan apa yang dilakukan masyarakat untuk menghadapi situasi tersebut.
Kita berharap, RUU Keadilan Iklim ini dapat menjadi instrumen hukum yang benar-benar terealisasi. Sehingga dapat menjadi acuan para pihak multisektor dalam hal pengambilan kebijakan yang tepat untuk adaptasi dan mitigasi krisis iklim demi keadilan lintas generasi.