BPK Wilayah XIX Gelar Rapat Koordinasi untuk Sinkronisasi Program Pemajuan Kebudayaan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara

Makassar, 31 Oktober 2025 — Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIX menggelar Rapat Koordinasi bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Bidang Kebudayaan se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, bertempat di Hotel Santika Makassar, pada 30 Oktober hingga 1 November 2025.

Kegiatan yang mengusung tema “Sinkronisasi Kebijakan dan Program Pemajuan Kebudayaan di Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara” ini dibuka secara resmi oleh Kepala BPK Wilayah XIX, Sinatriyo Danuhadiningrat, S.S.

Dalam sambutannya, Sinatriyo menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai langkah strategis memperkuat sinergi antara BPK XIX dan OPD kebudayaan di daerah. “Agenda ini menjadi ruang bersama untuk membangun sinergitas dan memperkuat koordinasi dalam penetapan warisan budaya, pengembangan kemitraan ekosistem budaya, serta pengelolaan dan pelestarian warisan budaya,” ujarnya.

Pada sesi pemaparan materi, Dr. Ir. H. Muhammad Arafah, S.T., M.T. dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan, menyoroti pentingnya penataan kelembagaan bidang kebudayaan di daerah agar sejalan dengan struktur di tingkat kementerian. “Pemekaran urusan kebudayaan dari pariwisata akan meningkatkan efektivitas dalam pengelolaan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan,” tegasnya.

Rakor ini juga dihadiri oleh Bumi Toala Indonesia, lembaga yang aktif dalam advokasi, riset, dan kolaborasi pelestarian warisan budaya. Fardi Ali, perwakilan Bumi Toala, menyampaikan sejumlah rencana kegiatan tahun 2026, antara lain:

  • Pelaksanaan digitalisasi warisan budaya melalui teknologi Virtual Reality,
  • Penyelenggaraan Karst Heritage Festival II, serta
  • Dukungan terhadap proses penyusunan pengusulan Rock Art Leang-Leang sebagai Warisan Dunia (World Heritage).

Selain itu, Fardi juga menyoroti bahwa tantangan pelestarian budaya tidak hanya berkaitan dengan minimnya dana, tetapi juga adanya tekanan dari sektor industri dan pariwisata massal, serta lemahnya kesadartahuan masyarakat terhadap pentingnya pelestarian warisan budaya. “Ini seharusnya menjadi bahan refleksi bersama untuk menyusun strategi peningkatan daya tahan kebudayaan kita,” ungkapnya.

Fardi juga menekankan pentingnya mengembangkan kemitraan lintas sektor, dengan menggandeng private sector yang beroperasi di wilayah-wilayah kebudayaan, seperti Masmindo di Luwu dan Palopo serta Sulawesi Cahaya Mineral di Sulawesi Tenggara. Ia mencontohkan keberhasilan kolaborasi di kawasan Karst Maros–Pangkep, di mana PT Semen Tonasa turut berkontribusi dalam pengelolaan situs Leang Bulu’ Sipong 4, yang memiliki salah satu lukisan gua tertua di dunia.

Selain kemitraan dengan sektor swasta, Bumi Toala juga menekankan pentingnya pelibatan pemerintah desa dan komunitas lokal sebagai subjek utama dalam pelestarian budaya. “Desa memiliki potensi anggaran dan kedekatan sosial yang kuat untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga warisan budaya,” ujar Fardi.


Hari Kedua: Diskusi, Pemetaan Isu, dan Rencana Kolaborasi Daerah

Pada hari kedua, peserta rakor dibagi ke dalam dua kelompok besar — Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara — untuk memetakan isu strategis dan menyusun rencana tindak lanjut program kebudayaan tahun 2026.

Irfan Syam dari BPK Wilayah XIX memandu jalannya diskusi dengan menggali kendala, rencana program, dan peluang kerja sama dari masing-masing daerah. Setiap kabupaten diberikan kesempatan untuk menyampaikan kondisi, kebutuhan pendampingan, dan gagasan penguatan kebijakan kebudayaan di tingkat lokal.

Dari Kabupaten Bantaeng, disampaikan bahwa keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala utama dalam penyusunan naskah akademik untuk pengusulan penetapan warisan budaya. Kabupaten Bone, yang cukup progresif dalam pengusulan penetapan warisan budaya di tingkat nasional, juga mengakui masih adanya hambatan teknis dan administrasi.

Sementara itu, Kabupaten Maros menjadi perhatian utama karena tengah mengusulkan lukisan tertua di dunia di situs Leang-Leang sebagai Warisan Dunia (World Heritage). Upaya ini sejalan dengan program strategis nasional Kementerian Kebudayaan, yang menetapkan Toraja dan kawasan Leang-Leang, Kabupaten Maros, sebagai area prioritas pelestarian warisan budaya nasional.

Dari Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, disampaikan rencana penyusunan kurikulum muatan lokal berbasis kebudayaan pada tahun 2026, yang akan menjadi langkah konkret dalam memperkuat pendidikan karakter dan pewarisan nilai budaya di sekolah-sekolah daerah.

Hampir seluruh perwakilan kabupaten menyampaikan harapan agar ke depan BPK Wilayah XIX dapat memperkuat pendampingan teknis dan membangun kemitraan kolaboratif di tingkat kabupaten. Sinergi tersebut diharapkan mampu memperkuat kapasitas daerah dalam pelestarian, penetapan, dan pengelolaan warisan budaya secara berkelanjutan.

Kegiatan rakor ditutup pada malam hari dengan pemaparan hasil diskusi kelompok dan penampilan tari tradisional sebagai simbol komitmen bersama dalam pemajuan kebudayaan.

Melalui rapat koordinasi ini, BPK Wilayah XIX menegaskan komitmennya untuk menjadi mitra strategis pemerintah daerah, komunitas budaya, dan sektor swasta dalam memperkuat pelestarian dan pengelolaan warisan budaya di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Berita & Artikel Lainnya