Di jantung Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan—di mana sungai-sungai mengukir ngarai dalam bentang alam karst yang menakjubkan—Bumi Toala Indonesia terus menggali misteri geologi dan sejarah bumi. Eksplorasi ini bukan sekadar petualangan, melainkan upaya ilmiah untuk memahami dinamika alam, sejarah bumi, dan warisan budaya yang tersembunyi di balik bebatuan dan aliran sungai.
Baru-baru ini, dalam sebuah ekspedisi menyusuri Daerah Aliran Sungai (DAS) Maros, tim Toala.id menemukan temuan geologi yang luar biasa: sedimen laut purba yang terangkat dan terkonkresi dalam batuan gamping, ditemukan di tepi Sungai pada ketinggian sekitar 24 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Ekspedisi yang terlaksana pada januari 2024 ini, berlangsung selama dua hari, menempuh jarak sekitar 50 kilometer menyusuri berbagai segmen sungai. Dipimpin oleh Ismail, tim memetakan sungai, berinteraksi dengan masyarakat, dan mengamati formasi batuan, melakukan pengambilan data satwa dan tumbuhan juga merekam berbagai bentuk acanaman.
Dalam proses ini, mereka menemukan lapisan batuan tak biasa yang mengandung material khas lingkungan laut purba, yang telah terkonkresi dan membatu bersama matriks batu gamping.
Eksplorasi ini merupakan inisiatif dari Yayasan Bumi Toala Indonesia melalui unit kerja Toalean River Squad (TRS), sebuah komunitas pemuda yang peduli terhadap pelestarian alam dan budaya. Seluruh kegiatan dilakukan secara swadaya, dengan semangat kolaborasi dan kepedulian terhadap lingkungan.

“Temuan fosil ini salah satu dari beberapa hasil eksplorasi sungai. Untuk itu Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga dan mengkaji ekosistem DAS Maros yang memiliki nilai penting ilmu pengetahuan namun menghadapi ancaman nyata,” ungkap Fardi Ali, Direktur Bumi Toala Indonesia.
Fardi mengajak para pihak untuk dapat berkolaborasi mendorong kepedulian yang lebih luas terhadap ekosistem daerah aliran Sungai. Sehingga inisiatif kecil yang telah terlaksana dapat berdampak luas terutama untuk mendorong pelestarian dan pemanfaatan secara bertanggujawab pada area bernilai konservasi tinggi.
Ismail, pimpinan tim ekspedisi, juga menekankan pentingnya perhatian serius terhadap kondisi DAS:
“Selama dua hari penelusuran sejauh 50 kilometer, kami melihat langsung betapa besar potensi keilmuan kawasan ini. Namun di sisi lain, ancaman nyata seperti volume sampah, penurunan kualitas air, dan aktivitas eksploitatif menjadi persoalan serius yang perlu segera ditangani.”
Saat dikonfirmasi melalui telepon. Prof. Meutia Farida, guru besar Teknik Geologi – UNHAS membenarkan bahwa melihat lokasinya, temuan ini merupakan singkapan fosil pada Formasi Tonasa – “temuan fosil ini merupakan temuan yang penting karena gastropoda (Moluska) melimpah, koral dan kemungkinan terdapat fosil dari organisme laut lainnya. Fosil-fosil ini tersingkap dengan baik di permukaan” terang Prof. Meutia”. Beliau saat ini juga sedang melakukan riset mendalam terkait Formasi Tonasa.
Temuan ini mendapat perhatian dari pihak Unesco Global Geopark Maros Pangkep. Dedi Irfan, General Manager Geopark, menyatakan “Temuan fosil Ini merupakan temuan fosil yang memperkaya data geologi kawasan dan menambah khasanah geoheritage di Kawasan Unseco Global Geopark Maros-Pangkep.”
Namun, di balik potensi ini, tim juga mencatat aktivitas penambangan batu dan pasir yang aktif di sekitar lokasi temuan, yang telah menyebabkan tergerusnya badan sungai dan pendangkalan di beberapa titik.









